
Ramadhan memang bulan istimewa. Bulan penuh makna, hikmah dan “keajaiban”. Semua itu tidak terdapat pada bulan yang lain. Sehingga ramadhan diberi julukan sebagai sayyidus syuhur atau penghulunya bulan. Tidak hairan, kerana di dalam bulan suci itu terkandung kedalaman makna spiritual maupun sosial. Sebuah makna yang menyatukan antara aspek lahiriyah dan bathiniyah, spiritual dan material, serta aspek duniawi dan ukhrawi. Sehingga segala perbuatan di dalamnya memiliki keistimewaan tersendiri dibanding dengan bulan-bulan selainnya. Wajar kalau Rasulullah SAW. , para sahabat, dan orang-orang soleh terdahulu senantiasa menjadikan ramadhan sebagai masa untuk ‘mengeruk’ sebanyak-banyaknya keuntungan pahala dengan semakin meningkatkan kualiti maupun kuantiti ibadah. Apalagi pada 10 malam terakhir, Rasulullah saw. yang kemudian diikuti oleh para sahabat lebih menggiatkan lagi ibadahnya.
Aisyah ra. mengatakan :
« كَانَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَجْتَهِدُ في
رَمَضَانَ مَا لاَ يَجْتَهِدُ في غَيْرِهِ ، وَفِي العَشْرِ الأوَاخِرِ
مِنْهُ مَا لا يَجْتَهِدُ في غَيْرِهِ ».
Rasulullah saw. sangat giat beribadah di bulan ramadhan melebihi
ibadahnya di bulan yang lain, dan pada sepuluh malam terakhirnya beliau
lebih giat lagi melebihi hari lainnya. (HR. Muslim)